Bagi seorang anak,
orang tua bisa menjadi ladang untuk menggali pahala akhirat sebanyak-banyaknya.
Yaitu dengan cara berbakti, menghormati, mengasihi, dan juga merawatnya ketika
orang tua mencapai usia lanjut. Namun sayang, tidak banyak yang mengetahui
betapa besar nilai kebaktian seorang anak kepada orang tua.
Dalam edisi yang lalu telah
digam-barkan bagaimana besar hak kedua orang tua atas diri anak dikarenakan
besarnya pengorbanan mereka terhadap anak-anaknya. Sehingga karena besarnya hak
tersebut, Allah I meletakkan hak keduanya setelah hak-Nya dan hak Rasulullah n.
Hal ini telah dijelaskan oleh Allah I di dalam firman-Nya:
“Sembahlah Allah dan jangan kalian
menyekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.”
(An-Nisa: 36)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t mengatakan: “Ayat ini merupakan dalil bahwa kedudukan hak orang tua adalah setelah hak Allah I. Jika dikatakan mana hak Rasul? Saya katakan: Pada hak Allah I sudah tercakup hak Rasulullah n. Sebab ibadah kepada Allah I tidak bisa diwujudkan melainkan dengan apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah n.” (Al-Qaulul Mufid, 1/37)
Siapakah yang dimaksud kedua orang tua di dalam ayat tersebut?
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t menjelaskan: “(Kata) walidain mencakup ibu, bapak dan seterusnya (garis keturunan) ke atas. Akan tetapi kepada ibu dan bapak yang lebih (ditekankan). Dan semakin dekat hubungannya, maka (penekanan) untuk berbuat baik juga lebih kuat.” (Al-Qaulul Mufid, 1/37)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t mengatakan: “Ayat ini merupakan dalil bahwa kedudukan hak orang tua adalah setelah hak Allah I. Jika dikatakan mana hak Rasul? Saya katakan: Pada hak Allah I sudah tercakup hak Rasulullah n. Sebab ibadah kepada Allah I tidak bisa diwujudkan melainkan dengan apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah n.” (Al-Qaulul Mufid, 1/37)
Siapakah yang dimaksud kedua orang tua di dalam ayat tersebut?
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t menjelaskan: “(Kata) walidain mencakup ibu, bapak dan seterusnya (garis keturunan) ke atas. Akan tetapi kepada ibu dan bapak yang lebih (ditekankan). Dan semakin dekat hubungannya, maka (penekanan) untuk berbuat baik juga lebih kuat.” (Al-Qaulul Mufid, 1/37)
Untukmu, Wahai Orang Tuaku
1. Durhaka kepadamu berdua termasuk dosa besar dan mengakibat-kan masuk ke dalam neraka.
Diriwayatkan dari Abud Darda` z bahwa Rasulullah n bersabda:
1. Durhaka kepadamu berdua termasuk dosa besar dan mengakibat-kan masuk ke dalam neraka.
Diriwayatkan dari Abud Darda` z bahwa Rasulullah n bersabda:
“Tidak akan masuk surga orang yang
durhaka, orang yang beriman dengan sihir, orang yang kecanduan khamr, dan orang
yang mendustakan taqdir.”1
Diriwayatkan juga dari Al-Mughirah bin Syu’bah z, dia berkata: Nabi n bersabda:
Diriwayatkan juga dari Al-Mughirah bin Syu’bah z, dia berkata: Nabi n bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah
mengha-ramkan atas kalian kedurhakaan kepada ibu-ibu kalian, mengharamkan
mengubur hidup anak-anak wanita, bakhil, rakus dan Allah membenci kalian untuk
mengatakan katanya-katanya, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta.”2
Diriwayatkan dari Anas z:
Diriwayatkan dari Anas z:
“Rasulullah n ditanya tentang
dosa-dosa besar, beliau n menjawab: ‘Menyeku-tukan Allah, durhaka kepada kedua
orang tua, membunuh jiwa, dan persaksian palsu’.”3
Diriwayatkan dari Abu Bakrah z: Rasulullah n bersabda:
Diriwayatkan dari Abu Bakrah z: Rasulullah n bersabda:
“Maukah aku beritahukan kepada kalian
dosa-dosa yang paling besar?” Beliau mengulanginya tiga kali. Lalu mereka
berkata: “Iya, wahai Rasululah.” Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah, durhaka
kepada kedua orang tua.” Beliau lalu duduk yang tadinya ittika` seraya
mengatakan: “Ketahuilah (termasuk juga) persaksian palsu.” Abu Bakrah berkata:
“Rasulullah n terus mengulanginya sehingga kami mengatakan: ‘Duhai seandainya
beliau berhenti’.”4
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr, dari Nabi n, beliau bersabda:
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr, dari Nabi n, beliau bersabda:
“Dosa-dosa besar adalah menyekutu-kan
Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa, dan sumpah palsu.”5
Diriwayatkan dari Abu Bakrah z bahwa Rasulullah n bersabda:
Diriwayatkan dari Abu Bakrah z bahwa Rasulullah n bersabda:
“Tidak ada dosa yang lebih pantas
untuk disegerakan adzabnya oleh Allah di dunia, bersamaan dengan adzab yang Allah
simpan untuk di akhirat nanti, daripada perbuatan dzalim dan memutuskan
hubungan silaturrahim.”6
2. Mencela mereka berdua termasuk kedurhakaan dan perbuatan yang mendatangkan kutukan Allah I.
Allah I berfirman:
2. Mencela mereka berdua termasuk kedurhakaan dan perbuatan yang mendatangkan kutukan Allah I.
Allah I berfirman:
“Dan apabila keduanya telah lanjut
usia atau salah satu dari keduanya, maka janganlah kamu mengatakan kepada
mereka berdua “ah” dan jangan kamu menghardik-nya, dan katakanlah ucapan yang
baik. Rendahkan sayap kehinaanmu di hadapan keduanya dan katakanlah: ‘Wahai
Rabbku, berikanlah kepada keduanya kasih sayang sebagaimana dia berdua telah
memeliharaku semenjak kecilku’.” (Al-Isra`: 24)
Diriwayatkan dari Abu Thufail ‘Amir bin Watsilah, ia berkata:
Diriwayatkan dari Abu Thufail ‘Amir bin Watsilah, ia berkata:
“Di saat saya berada di sisi ‘Ali bin
Abu Thalib, seseorang mendatangi beliau dan berkata: “Apakah Rasulullah n tidak
pernah merahasiakan sesuatu kepadamu?” (‘Amir bin Watsilah) berkata: Lalu ‘Ali
marah dan berkata: “‘Rasulullah n tidak pernah mera-hasiakan sesuatupun
kepadaku yang beliau sembunyikan dari orang lain, hanya saja beliau
menyampaikan empat kalimat kepada-ku.” Lalu orang itu berkata: “Apa keempat
perkara itu, wahai Amirul Mukminin?” ‘Ali berkata: ‘Rasulullah n bersabda:
‘Allah melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang
yang menyem-belih untuk selain Allah, Allah melaknat orang yang melindungi
pelaku bid’ah dan Allah melaknat orang yang mengubah patok bumi’.”7
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash c, bahwasanya Rasulullah n bersabda:
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash c, bahwasanya Rasulullah n bersabda:
“Termasuk dosa besar adalah
sese-orang mencaci kedua orang tuanya.” (Para shahabat) berkata: ‘Ya
Rasulullah, apakah seseorang (tega) mencaci kedua orang tuanya?’ Rasulullah n
menjawab: ‘Iya. (Yaitu dengan cara) dia mencaci bapak orang lain lalu orang
lain itu membalas mencaci bapaknya, dia mencaci ibu orang lain kemudian orang itu
balas mencaci ibunya.”8
3. Doa engkau berdua wahai ibu dan bapakku, cepat diterima oleh Allah I. Maka doakanlah agar hidayah Allah I tercurah padaku dan janganlah berdoa kutukan untukku.
Hal ini telah diperingatkan oleh Allah I melalui lisan Rasul-Nya Muhammad n dalam sebuah sabdanya:
3. Doa engkau berdua wahai ibu dan bapakku, cepat diterima oleh Allah I. Maka doakanlah agar hidayah Allah I tercurah padaku dan janganlah berdoa kutukan untukku.
Hal ini telah diperingatkan oleh Allah I melalui lisan Rasul-Nya Muhammad n dalam sebuah sabdanya:
“Jangan kalian berdoa kejelekan untuk
diri kalian, dan jangan berdoa kejelekan untuk anak-anak kalian, dan jangan
berdoa kejelekan untuk harta benda kalian, karena tidaklah kalian bertemu
dengan waktu yang mustajab (bila minta kepada Allah pasti akan dikabulkan)
melainkan Allah mengabulkan doa kalian.”8
Bila engkau tersakiti oleh putra putrimu, janganlah segera berdoa kejelekan buat mereka. Karena doa kedua orang tua termasuk sederetan doa yang mustajab, sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah n dalam sebuah sabda beliau dalam hadits Abu Hurairah z:
Bila engkau tersakiti oleh putra putrimu, janganlah segera berdoa kejelekan buat mereka. Karena doa kedua orang tua termasuk sederetan doa yang mustajab, sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah n dalam sebuah sabda beliau dalam hadits Abu Hurairah z:
“Tiga doa yang mustajab (dikabulkan)
dan tidak ada keraguan padanya (yaitu) doa orang tua, doa orang yang sedang
safar dan doa orang yang terdzalimi.”9
4. Bila engkau telah tiada, baktiku akan sampai kepadamu.
Hal ini telah di jelaskan oleh Rasulullah n di dalam sabda-sabdanya berikut:
Dari Abu Hurairah z, bahwasanya Rasulullah n bersabda:
4. Bila engkau telah tiada, baktiku akan sampai kepadamu.
Hal ini telah di jelaskan oleh Rasulullah n di dalam sabda-sabdanya berikut:
Dari Abu Hurairah z, bahwasanya Rasulullah n bersabda:
“Apabila seseorang meninggal dunia,
maka terputuslah amalnya melainkan tiga perkara (yaitu) shadaqah jariyah, ilmu
yang diambil manfaatnya, dan anak yang shalih yang mendoakan (kebaikan)
baginya.”10
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas c:
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas c:
“Seseorang berkata kepada Rasulullah
n: ‘Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia. Apakah akan bermanfaat baginya jika
aku bersedekah atas namanya?’ Beliau men-jawab: ‘Iya.’ Orang itu berkata:
‘Sesungguh-nya aku memiliki kebun yang sudah berbuah dan saya mengangkatmu
menjadi saksi bahwa aku telah menyedekahkannya untuk ibuku.”11
5. Jika engkau berdua kafir kepada Allah I, maka dengarlah nasihat dari Rabbku kepadamu!
5. Jika engkau berdua kafir kepada Allah I, maka dengarlah nasihat dari Rabbku kepadamu!
“Dan Kami telah wasiatkan kepada
manusia agar berbuat baiklah kepada kedua orang tua, dan jika keduanya
memaksamu untuk menyekutukan-Ku dan kamu tidak memiliki ilmu tentangnya, maka
janganlah kamu menaati keduanya dan kepadaku kalian akan dikembalikan dan Aku
akan mengabarkan kepada kalian apa yang telah kalian perbuat.” (Al-’Ankabut: 8)
“Dan jika keduanya memaksamu untuk
menyekutukan-Ku sedangkan kamu tidak memiliki ilmu tentangnya, maka janganlah
kalian menaati keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan cara yang
baik.” (Luqman: 15)
Diriwayatkan dari Asma` bintu Abu Bakr c, dia berkata:
Diriwayatkan dari Asma` bintu Abu Bakr c, dia berkata:
“Ibuku datang menjengukku dan dia
dalam keadaan musyrik di masa Rasulullah n. Kemudian aku bertanya kepada
Rasulullah n dan aku mengatakan: ‘Dia sangat berkeinginan (untuk bertemu
denganku), apakah aku boleh menyambung hubungan dengan ibuku?’ Rasulullah n
bersabda: ‘Iya, sambunglah hubungan dengan ibumu’.”12
Ummu Abdillah Al-Wadi’iyyah (putri Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wad’i) berkata: “Jika seorang wanita memiliki salah satu dari mahramnya atau keluarganya kafir, dia boleh berbuat baik kepadanya. Dalilnya adalah firman Allah I:
Ummu Abdillah Al-Wadi’iyyah (putri Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wad’i) berkata: “Jika seorang wanita memiliki salah satu dari mahramnya atau keluarganya kafir, dia boleh berbuat baik kepadanya. Dalilnya adalah firman Allah I:
“Allah tidak melarang kalian dari
orang-orang kafir yang tidak memerangi kalian dalam agama dan tidak mengusir
kalian dari negeri-negeri kalian untuk kalian berbuat baik kepada mereka dan
berbuat adil terhadap mereka. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
berbuat adil.” (Al-Mumtahanah: 8)
Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan: “Allah I tidak melarang kalian untuk berbuat baik kepada orang-orang kafir yang tidak memerangi kalian dalam agama, seperti kaum wanita dan orang-orang lemah dari mereka; (untuk kalian berbuat baik kepada mereka) dan (kalian berbuat adil).” Lalu beliau menyebutkan hadits Asma` bintu Abu Bakr di atas. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/363)
Kemudian Allah I menjelaskan tentang orang kafir yang kita tidak boleh berbuat baik kepada mereka:
Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan: “Allah I tidak melarang kalian untuk berbuat baik kepada orang-orang kafir yang tidak memerangi kalian dalam agama, seperti kaum wanita dan orang-orang lemah dari mereka; (untuk kalian berbuat baik kepada mereka) dan (kalian berbuat adil).” Lalu beliau menyebutkan hadits Asma` bintu Abu Bakr di atas. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/363)
Kemudian Allah I menjelaskan tentang orang kafir yang kita tidak boleh berbuat baik kepada mereka:
“Sesungguhnya Allah melarang kalian
(untuk berbuat baik) kepada orang-orang kafir yang memerangi kalian dalam agama
dan mengeluarkan kalian dari negeri-negeri kalian dan mereka dengan
terang-terangan mengusir kalian untuk kalian berloyalitas kepada mereka. Dan
barangsiapa yang berloyalitas kepada mereka maka merekalah orang-orang yang
berbuat aniaya.” (Al-Mumtahanah: 9)
Ibnu Katsir menjelaskan: “Sesungguh-nya Allah I melarang kalian dari berloyalitas kepada mereka yang memancangkan permusuhannya kepada kalian, memerangi kalian, dan mengusir kalian dengan terang-terangan. Allah I melarang kalian mencintai mereka, dan memerintahkan agar kalian memerangi mereka.”
Sa’d bin Abi Waqqash z berkata: “Telah turun empat ayat dalam Al-Qur`an berkaitan denganku:
Pertama: Ibuku bersumpah tidak akan makan dan minum sampai aku meninggal-kan Muhammad. Maka turunlah ayat:
Ibnu Katsir menjelaskan: “Sesungguh-nya Allah I melarang kalian dari berloyalitas kepada mereka yang memancangkan permusuhannya kepada kalian, memerangi kalian, dan mengusir kalian dengan terang-terangan. Allah I melarang kalian mencintai mereka, dan memerintahkan agar kalian memerangi mereka.”
Sa’d bin Abi Waqqash z berkata: “Telah turun empat ayat dalam Al-Qur`an berkaitan denganku:
Pertama: Ibuku bersumpah tidak akan makan dan minum sampai aku meninggal-kan Muhammad. Maka turunlah ayat:
“Dan jika kedunya memaksamu untuk
menyekutukan aku sedangkan kamu tidak memiliki ilmu tentangnya maka janganlah
kalian menaati keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan cara yang
baik.” (Luqman: 15)
Kedua: Sesungguhnya dulu aku pernah mengambil pedang yang sangat aku inginkan, lalu aku berkata: “Ya Rasulullah, berikan aku ini.” Lalu turunlah:
Kedua: Sesungguhnya dulu aku pernah mengambil pedang yang sangat aku inginkan, lalu aku berkata: “Ya Rasulullah, berikan aku ini.” Lalu turunlah:
“Mereka akan meminta kepadamu harta
rampasan perang.” (Al-Anfal: 1)
Ketiga: Aku sakit, lalu Rasulullah n menjengukku. Lalu aku mengatakan: “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku ingin mem-bagikan hartaku. Apakah aku boleh berwasiat dengan setengah hartaku?”
Rasulullah n menjawab: “Tidak.” Lalu aku berkata: “Sepertiganya?” Lalu beliau diam, maka sepertiga (harta) setelah itu boleh (diwasiatkan).
Keempat: Sesungguhnya aku minum khamr bersama sekelompok Anshar. Lalu seseorang dari Anshar memukul hidungku dengan rahang unta. Lalu aku mendatangi Rasulullah n, setelah itu Allah menurunkan ayat tentang hukum haramnya khamr.13
6. Jika engkau mati dalam keadaan musyrik, engkau tidak menda-patkan baktiku untuk mendoakanmu.
Allah I menjelaskan dalam sebuah firman-Nya:
Ketiga: Aku sakit, lalu Rasulullah n menjengukku. Lalu aku mengatakan: “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku ingin mem-bagikan hartaku. Apakah aku boleh berwasiat dengan setengah hartaku?”
Rasulullah n menjawab: “Tidak.” Lalu aku berkata: “Sepertiganya?” Lalu beliau diam, maka sepertiga (harta) setelah itu boleh (diwasiatkan).
Keempat: Sesungguhnya aku minum khamr bersama sekelompok Anshar. Lalu seseorang dari Anshar memukul hidungku dengan rahang unta. Lalu aku mendatangi Rasulullah n, setelah itu Allah menurunkan ayat tentang hukum haramnya khamr.13
6. Jika engkau mati dalam keadaan musyrik, engkau tidak menda-patkan baktiku untuk mendoakanmu.
Allah I menjelaskan dalam sebuah firman-Nya:
“Tidak pantas bagi Nabi dan
orang-orang yang beriman untuk memintakan ampun bagi kaum musyrikin walaupun
mereka adalah kerabat yang paling dekat setelah jelas baginya bahwa mereka
menjadi penghuni neraka Jahim (mati dalam keadaan kafir).” (At-Taubah: 113)
Cerita Indah nan Penuh Pelajaran pada
diri Nabi Ibrahim dan Bapaknya
Allah I berfirman:
Allah I berfirman:
“Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah
Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Qur`an) ini, sesungguhnya dia adalah orang yang
sangat membenarkan dan seorang nabi. Ingatlah ketika dia berkata kepada
bapaknya: ‘Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar,
tidak melihat, dan tidak bisa menolongmu sedikitpun? Wahai bapakku,
sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang
kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang
lurus. Wahai bapakku, jangan kamu menyembah setan. Sesungguhnya syaitan itu
durhaka kepada Rabb Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir
bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Rabb yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi
kawan bagi setan.’ Bapaknya: ‘Bencikah kamu kepada sesembahan-sesembahanku, hai
Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, niscaya kamu akan aku rajam dan
tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama.’ Ibrahim berkata: ‘Semoga keselamatan
dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya
Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang
kamu sembah selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Rabbku, mudah-mudahan aku
tidak akan kecewa berdoa kepada Rabbku.’ Maka ketika Ibrahim telah menjauhkan
diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan
kepadanya Ishaq dan Ya’qub, dan masing-masing kami angkat menjadi nabi. Dan
kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan
mereka menjadi buah tutur yang baik lagi tinggi.” (Maryam: 41-48)
Faedah yang terkandung dalam kisah Ibrahim Abul Muwahhidin (bapak orang-orang yang bertauhid):
1. Bersemangat dalam berdakwah kepada Allah I, baik kepada keluarga yang dekat atau yang jauh, terlebih lagi kepada kedua orang tua.
2. Bersabar dalam menerima segala ujian di jalan dakwah.
3. Memakai uslub (metode) lemah lembut dalam berdakwah, terlebih kepada orang tua. Di dalam ayat ini Allah I mencontohkan sikap lemah lembut di dalam dakwah di mana Nabi Ibrahim tidak mengajak bicara bapaknya dengan kata: “Wahai bapakku, saya ini orang pintar dan kamu orang bodoh,” atau mengatakan “Kamu tidak punya ilmu sedikitpun.” Namun beliau memakai bentuk pembica-raan dengan kata yang menunjukkan bahwa beliau dan bapaknya mempunyai ilmu, namun ilmu yang sampai kepada beliau belum sampai kepada bapaknya.
4. Allah I telah memerintahkan kita untuk mengikuti millah (agama) Nabi Ibrahim. Di antara bentuk mengikuti millah-nya adalah menempuh jalan beliau dalam berdakwah kepada Allah I, dengan jalan ilmu dan hikmah, lemah lembut lagi penuh kemudahan. Secara bertahap dari satu tingkatan kepada tingkatan yang lain, bersabar di jalan dakwah itu, tidak bosan, bersabar dari segala gangguan makhluk yang diarahkan kepadanya, baik dengan ucapan atau perbuatan. Sebaliknya, memberikan ampunan dan maaf serta gampang berbuat baik dengan ucapan atau perbuatan. (lihat Tafsir As-Sa’di, hal. 443-444)
Faedah yang terkandung dalam kisah Ibrahim Abul Muwahhidin (bapak orang-orang yang bertauhid):
1. Bersemangat dalam berdakwah kepada Allah I, baik kepada keluarga yang dekat atau yang jauh, terlebih lagi kepada kedua orang tua.
2. Bersabar dalam menerima segala ujian di jalan dakwah.
3. Memakai uslub (metode) lemah lembut dalam berdakwah, terlebih kepada orang tua. Di dalam ayat ini Allah I mencontohkan sikap lemah lembut di dalam dakwah di mana Nabi Ibrahim tidak mengajak bicara bapaknya dengan kata: “Wahai bapakku, saya ini orang pintar dan kamu orang bodoh,” atau mengatakan “Kamu tidak punya ilmu sedikitpun.” Namun beliau memakai bentuk pembica-raan dengan kata yang menunjukkan bahwa beliau dan bapaknya mempunyai ilmu, namun ilmu yang sampai kepada beliau belum sampai kepada bapaknya.
4. Allah I telah memerintahkan kita untuk mengikuti millah (agama) Nabi Ibrahim. Di antara bentuk mengikuti millah-nya adalah menempuh jalan beliau dalam berdakwah kepada Allah I, dengan jalan ilmu dan hikmah, lemah lembut lagi penuh kemudahan. Secara bertahap dari satu tingkatan kepada tingkatan yang lain, bersabar di jalan dakwah itu, tidak bosan, bersabar dari segala gangguan makhluk yang diarahkan kepadanya, baik dengan ucapan atau perbuatan. Sebaliknya, memberikan ampunan dan maaf serta gampang berbuat baik dengan ucapan atau perbuatan. (lihat Tafsir As-Sa’di, hal. 443-444)
Cerita Indah Isma’il dengan Seorang
Ayah yang Mulia
Allah I berfirman:
Allah I berfirman:
“Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar
termasuk golongannya (Nuh). (Ingatlah) ketika ia datang kepada Rabbnya dengan
hati yang suci. (Ingatlah) ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya:
‘Apakah yang kamu sembah itu? Apakah kamu menghendaki sesembahan-sesem-bahan
selain Allah dengan jalan berbohong? Maka apakah anggapanmu terhadap Rabb
semesta alam?’ Lalu ia memandang sekali pandang ke bintang-bintang. Kemudian ia
berkata: ‘Sesungguhnya aku sakit.’ Lalu mereka berpaling darinya dengan
membe-lakang. Kemudian ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka;
lalu ia berkata: ‘Apakah kamu tidak makan? Kenapa kamu tidak menjawab?’ Lalu
dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya
(dengan kuat). Kemudian kaumnya datang kepadanya dengan bergegas. Ibrahim
berkata: ‘Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? Padahal
Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.’ Mereka berkata:
‘Diri-kanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim; lalu lemparkanlah dia ke
dalam api yang menyala-nyala itu.’ Mereka hendak melakukan tipu muslihat
kepadanya, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina. Dan Ibrahim berkata:
‘Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Rabbku, dan Dia akan memberi petunjuk
kepa-daku. Ya Rabbku, anuge-rahkanlah kepadaku (seorang anak) yang terma-suk
orang-orang yang shalih. Maka Kami beri dia kabar gembira de-ngan seorang anak
yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab:
“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu
akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.’ Tatkala keduanya telah
berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah
kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: ‘Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu
telah membenarkan mimpi itu,’ sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian
yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami
abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang
datang kemudian, (yaitu) ‘Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.’ Demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia
termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. Dan Kami beri dia kabar gembira dengan
kelahiran Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang shalih. Kami
limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada
yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan
nyata.” (Ash-Shaffat: 83-113)
Faedah yang diambil dalam kisah Isma’il:
1. Sifat-sifat terpuji yang dimiliki oleh beliau di antaranya al-hilm. Sifat ini men-cakup kesabaran, akhlak yang baik, dada yang lapang dan memberikan maaf kepada siapa yang berbuat ani-aya kepadanya.
2. Kesa-baran dalam mewujudkan ketaatan kepada Allah I.
3. Keberanian yang sejati dalam menjunjung tinggi amanat Allah I.
4. Keyakinan yang tinggi dalam melaksanakan perintah yang sangat berat.
5. Anak yang shalih tidak akan menghalangi orang tuanya untuk melaksanakan perintah.
6. Ketabahan dan kesabaran dalam melaksanakan tugas dari Allah I akan mendapatkan ganjaran yang besar, baik di dunia ataupun di akhirat. Allah I mengangkat penyebutan sang anak dan sang bapak dengan pujian yang tinggi sampai hari kiamat.
7. Keberkahan hidup akan didapat dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. (lihat Tafsir As-Sa’di hal. 651-652)
Faedah yang diambil dalam kisah Isma’il:
1. Sifat-sifat terpuji yang dimiliki oleh beliau di antaranya al-hilm. Sifat ini men-cakup kesabaran, akhlak yang baik, dada yang lapang dan memberikan maaf kepada siapa yang berbuat ani-aya kepadanya.
2. Kesa-baran dalam mewujudkan ketaatan kepada Allah I.
3. Keberanian yang sejati dalam menjunjung tinggi amanat Allah I.
4. Keyakinan yang tinggi dalam melaksanakan perintah yang sangat berat.
5. Anak yang shalih tidak akan menghalangi orang tuanya untuk melaksanakan perintah.
6. Ketabahan dan kesabaran dalam melaksanakan tugas dari Allah I akan mendapatkan ganjaran yang besar, baik di dunia ataupun di akhirat. Allah I mengangkat penyebutan sang anak dan sang bapak dengan pujian yang tinggi sampai hari kiamat.
7. Keberkahan hidup akan didapat dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. (lihat Tafsir As-Sa’di hal. 651-652)

warna tulisannya bikin pusing.. hehe
BalasHapus